Please Wait ...

Gugatan Walhi Ditolak, PTUN Bandung Pertahankan Izin Lingkungan PLTU Cirebon II

Gugatan Walhi Ditolak, PTUN Bandung Pertahankan Izin Lingkungan PLTU Cirebon II

Majelis Hakim PTUN Bandung menolak gugatan Walhi atas izin Lingkungan Kegiatan Pembangunan dan Operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap Kapasitas 1 x 1000 MW di Cirebon. Majelis hakim mempertahankan izin yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat No. 660/08/19.1.05.0/DPMPTSP/2017 tentang Izin Lingkungan PT Cirebon Energi Prasarana, ter tanggal 17 Juli 2017 (“Objek Gugatan”).

Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan pada intinya tidak berwenang memeriksa, memutus, menyelesaikan pokok perkara gugatan karena Objek Gugatan yang dikeluarkan oleh Tergugat I (dalam hal ini Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu – DPMPTSP) bukan merupakan suatu keputusan tata usaha negara yang bisa diperiksa di Pengadilan Tata Usaha Negara.

Majelis Hakim mendasarkan Putusannya pada Pasal 2 huruf e UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali melalui UU No.9 Tahun 2004 dan UU No.51 Tahun 2009 (“UU PTUN”) yang mana Objek Gugatan dalam perkara ini merupakan hasil pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (putusan Perkara No. 124).

Hal mengenai tata ruang dan wilayah merupakan permasalahan yang telah diputuskan dalam perkara sebelumnya (perkara No.124) di mana Majelis Hakim Perkara No.124 mempertimbangkan untuk membatalkan Izin Lingkungan karena Izin Lingkungan tersebut mencakup Kecamatan Mundu, di mana menurut Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon No.17/2011 Kecamatan Mundu tidak diperuntukan untuk pembangunan PLTU.

Selain itu, Majelis Hakim juga menambahkan bahwa, Objek Gugatan telah sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) yang diatur oleh pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 13/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang diundangkan pada tanggal 12 April 2017 (“PP No.13/2017”), khususnya Pasal 114A.

Terkait dengan permasalahan tata ruang tersebut, Majelis Hakim juga mempertimbangkan bahwa proyek PLTU Cirebon II merupakan objek yang bernilai strategis nasional dan/atau berdampak besar sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 dan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2016 sebagimana terakhir kali diubah melalui Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2017 sehingga sesuai Pasal 114 A PP No.13/2017, rencana tata ruang wilayahnya merujuk pada PP 13/2017 tersebut dan dalam Lampiran VA PP 13/2017 tersebut disebutkan bahwa Kabupaten Cirebon merupakan wilayah yang dapat diperuntukan untuk membangun PLTU

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Majelis Hakim menyatakan bahwa Gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima dan sesuai Pasal 77 UU PTUN, Majelis Hakim juga menyatakan bahwa PTUN Bandung tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara tersebut dengan alasan bahwa gugatan tersebut bukan merupakan objek gugatan yang bisa disengketakan dalam Pengadilan Tata Usaha Negara.

Presiden Direktur PT Cirebon Energi Prasarana, Heru Dewanto, sebagai Tergugat Intervensi II juga menghargai putusan ini. Heru menyebut putusan PTUN Bandung ini sebagai angin segar pada pembangunan infrastruktur Ketenagalistrikan. Menurut Heru, kebijakan pemerintah menerbitkan PP No.13/2017 adalah sebuah terobosan hukum yang sangat bermanfaat positif bagi pembangunan infrastruktur, yang termasuk dalam Proyek Strategis Nasional. Adapun bagi pihak- pihak yang ingin menghambat pelaksanaan Proyek Strategis Nasional adalah pihak-pihak yang patut dipertanyakan tujuannya dan/atau mempunyai itikad buruk dengan tujuan menghambat program Pemerintah. Karena seharusnya seluruh pihak mendukung program pemerintah karena tujuan utamanya adalah untuk kepentingan orang banyak

“ Keputusan hakim dalam perkara ini selayaknya menjadi preseden yang positif untuk proyek-proyek strategis nasional lainnya yang masih terkendala ketidaksesuaian regulasi RTRW antara pusat dan daerah. ” katanya.

Pembangkit listrik ini mengadopsi teknologi Ultra Super Critical (USC) boiler yang merupakan teknologi batu bara bersih (clean coal technology) dengan tingkat efisiensi tinggi dan emisi rendah (High Effeciency Low Emission/HELE). Dengan sistem pembakaran yang bersuhu dan tekanan yang lebih tinggi, akan meningkatkan efisiensi hingga 40%. PLTU ini nantinya akan memperkuat sistem interkoneksi Jawa-Bali dengan daya 7,533 GwH per tahun. Sebelumnya, pembangkit Unit I (660 MW) milik Cirebon Power telah beroperasi sejak 2012, juga dengan teknologi batu bara bersih (super critical).

Saat ini proses pembangunan proyek sudah mencapai 12,71% dari keseluruhan proses selama 51 bulan. Cirebon Power optimis proses pembangunan PLTU Unit II akan memenuhi target COD (commercial operational date) di tahun 2022. Sebelumnya, Cirebon Power telah menyelesaikan tahap pendanaan (financial close) pada November 2017 lalu. Adapun pembangunan PLTU Cirebon Unit II menggunakan dana JBIC (Japan Bank for International Cooperation), KEXIM (Korea Eximbank) dan NEXI (Nippon Export and Investment Insurance).

Dengan nilai investasi US$2,2 miliar, proyek ini akan memberikan kesempatan kerja bagi ribuan orang dan juga membuka peluang usaha dan jasa yang akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Kabupaten Cirebon. Saat ini, Cirebon Power tengah menginisiasi Pusat Vokasi Ketenagalistrikan pertama di Indonesia, yang akan mendidik tenaga terampil dan ahli di bidang ketenagalistrikan, khususnya di bidang operasi dan pemeliharaan (O&M) pembangkit listrik batu bara bersih.

Cirebon Power